Sabtu, 12 November 2016

Elemen Ideologi Pendidikan Matematika

Tentunya kita akan sangat asing dengan kata “ideologi”. Ideologi memiliki beberapa versi arti, tapi di sini saya akan menyimpulkannya supaya lebih mudah kita pahami bersama-sama. Ideologi adalah kebijakan yang ditanamkan oleh pemerintah untuk memajukan pendidikan sesuai dengan tingkatan masyarakat. Jadi, kebijakan yang diterapkan di Jawa, akan berbeda dengan yang diterapkan di Kalimantan.

Ideologi memiliki beberapa jenis, yaitu Ideologi Dualis, Ideologi Absolutis, Ideologi Absolut Terpisah, Ideologi Absolut Terhubung, dan Ideologi Fallibilist. Kelima ideologi tersebut akan diterapkan sesuai dengan “tempatnya” masing-masing. Ideologi yang diterapkan di seorang pendidik adalah Ideologi Absolut Terhubung, dan Ideologi Fallibilist. Ideologi Absolut Terhubung akan digunakan oleh Pendidik Progressive, dan Ideologi Fabbilist akan diterapkan oleh Pendidik Publik. Tetapi, guru yang ada di Indonesia mayoritas adalah sebagai guru model Pendidik Publik.

Ideologi memiliki berbagai tujuan, dan puncak tujuan nya adalah Epistimologi dan Etic. Guna mencapai tujuan, ideologi memilili 2 elemen, yaitu elemen primer, dan elemen sekunder. Elemen primer adalah elemen yang meluas. Jadi ia tidak hanya mencakup tentang tujuan pendidikan matematika, namun juga mencakup tentang nilai moral dan teori masyarakat. Nilai moral dan teori masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengenyam pendidikan, karena keduanya juga termasuk dalam intisari pendidikan. Orang yang berpendidikan, pasti memiliki nilai moral dan nilai sosial kemasyarakatan. Tidak akan berguna orang yang berpendidikan tinggi tetapi tidak memiliki nilai moral dan nilai sosial kemasyarakatan yang diatur dalam teori kemasyarakatan.

Lalu elemen sekunder lebih mencakup tentang bagaimana pendidikan itu dijalankan/diatur. Ia memiliki beberapa unsur, yaitu “tujuan pendidikan matematika”, “teori pengetahuan matematika sekolah”, “teori pembelajaran matematika”, “teori pengajaran matematika”, “teori penilaian pembelajaran matematika”, “teori kemampuan matematika”, dan “teori keanekaragaman sosial dalam pendidikan”. Jadi, dalam elemen sekunder, lebih mengatur seorang guru, daripada siswa. Karena seorang guru, walaupun ia sudah berpendidikan tinggi, minimal sarjana, tetapi seorang guru tetap harus diatur dalam berbagai teori, agar ketika seorang guru menularkan ilmunya ke siswa, ia tidak akan salah kaprah.

Sudah paham kan, kenapa ideologi diterapkan sesuai dengan daerah nya masing masing? Kedua elemen sudah memberi gambaran kepada kita, bahwasanya masing-masing teori dan masing-masing nilai, harus berbeda pada masing-masing daerah. Karena masing-masing daerah memiliki budaya yang berbeda-beda. Contohnya teori kemampuan matematika pada sekolah Jawa dan Papua akan berbeda, karena teknologi yang ada di Jawa dan Papua juga berbeda. Maka pemerintah akan adil dalam melaksanakan ideologi.

Semoga kita sebagai calon pendidik, bisa memenuhi dan berhasil melaksanakan kedua elemen ideologi dalam mentransferkan ilmu kita kepada siswa J
Tentunya kita akan sangat asing dengan kata “ideologi”. Ideologi memiliki beberapa versi arti, tapi di sini saya akan menyimpulkannya supaya lebih mudah kita pahami bersama-sama. Ideologi adalah kebijakan yang ditanamkan oleh pemerintah untuk memajukan pendidikan sesuai dengan tingkatan masyarakat. Jadi, kebijakan yang diterapkan di Jawa, akan berbeda dengan yang diterapkan di Kalimantan.

Ideologi memiliki beberapa jenis, yaitu Ideologi Dualis, Ideologi Absolutis, Ideologi Absolut Terpisah, Ideologi Absolut Terhubung, dan Ideologi Fallibilist. Kelima ideologi tersebut akan diterapkan sesuai dengan “tempatnya” masing-masing. Ideologi yang diterapkan di seorang pendidik adalah Ideologi Absolut Terhubung, dan Ideologi Fallibilist. Ideologi Absolut Terhubung akan digunakan oleh Pendidik Progressive, dan Ideologi Fabbilist akan diterapkan oleh Pendidik Publik. Tetapi, guru yang ada di Indonesia mayoritas adalah sebagai guru model Pendidik Publik.

Ideologi memiliki berbagai tujuan, dan puncak tujuan nya adalah Epistimologi dan Etic. Guna mencapai tujuan, ideologi memilili 2 elemen, yaitu elemen primer, dan elemen sekunder. Elemen primer adalah elemen yang meluas. Jadi ia tidak hanya mencakup tentang tujuan pendidikan matematika, namun juga mencakup tentang nilai moral dan teori masyarakat. Nilai moral dan teori masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengenyam pendidikan, karena keduanya juga termasuk dalam intisari pendidikan. Orang yang berpendidikan, pasti memiliki nilai moral dan nilai sosial kemasyarakatan. Tidak akan berguna orang yang berpendidikan tinggi tetapi tidak memiliki nilai moral dan nilai sosial kemasyarakatan yang diatur dalam teori kemasyarakatan.

Lalu elemen sekunder lebih mencakup tentang bagaimana pendidikan itu dijalankan/diatur. Ia memiliki beberapa unsur, yaitu “tujuan pendidikan matematika”, “teori pengetahuan matematika sekolah”, “teori pembelajaran matematika”, “teori pengajaran matematika”, “teori penilaian pembelajaran matematika”, “teori kemampuan matematika”, dan “teori keanekaragaman sosial dalam pendidikan”. Jadi, dalam elemen sekunder, lebih mengatur seorang guru, daripada siswa. Karena seorang guru, walaupun ia sudah berpendidikan tinggi, minimal sarjana, tetapi seorang guru tetap harus diatur dalam berbagai teori, agar ketika seorang guru menularkan ilmunya ke siswa, ia tidak akan salah kaprah.

Sudah paham kan, kenapa ideologi diterapkan sesuai dengan daerah nya masing masing? Kedua elemen sudah memberi gambaran kepada kita, bahwasanya masing-masing teori dan masing-masing nilai, harus berbeda pada masing-masing daerah. Karena masing-masing daerah memiliki budaya yang berbeda-beda. Contohnya teori kemampuan matematika pada sekolah Jawa dan Papua akan berbeda, karena teknologi yang ada di Jawa dan Papua juga berbeda. Maka pemerintah akan adil dalam melaksanakan ideologi.

Semoga kita sebagai calon pendidik, bisa memenuhi dan berhasil melaksanakan kedua elemen ideologi dalam mentransferkan ilmu kita kepada siswa J

Senin, 07 November 2016

Filosofi Matematika Sekolah

Hai, assalamu’alaikum! Kali ini, saya akan membahas beberapa filosofi matematika sekolah. Tau ada apa saja? Yang saya bahas kali ini ada empat filosofi matematika sekolah. Yang pertama Progressive Absolutism, yang kedua Platonism, lalu yang ketiga Conventionalism, dan yang terakhir adalah Empirism.

Kurang familier ya dengan kata “filosofi”? Sebenarnya saya juga awalnya tidak familier dengan kata itu, tetapi setelah saya belajar filsafat di Pendidikan Matematika UINSA, saya jadi tahu apa itu filosofi J Filosofi sih secara kasarnya bisa disebut dengan studi mengenai kebijaksanaan yang digunakan. Jadi filosofi matematika sekolah di sini adalah kebijaksanaan yang digunakan oleh sekolah tentang pembelajaran matematika.

Filosofi Progressive Absolutism adalah filosofi yang menganggap matematika adalah sebuah ilmu pasti yang sangat  tepat dan tidak dapat ditentang. Misal saja begini, akar kuadrat sempurna adalah ketika a2=b2+c2.. Kebenaran itu mutlak, dan tidak bisa ditentang. Kelemahan menggunakan filosofi Progressive Absolutism adalah terdoktrinnya otak siswa. Padahal, siswa dituntut untuk aktif, tidak percaya dengan suatu doktrin.

Lalu, Filosofi Platonism adalah suatu kebijakan yang mewajibkan seorang guru untuk mengaitkan suatu ilmu dengan kehidupan sehari-hari atau benda nyata yang berada di alam. Misal saja begini, guru matematika akan menjelaskan tentang penjumlahan matematika. Maka dia akan membuat soal cerita contoh “Adelia mempunyai 5 buah apel yang akan dibagi ke Ayu 2 buah, maka sisa berapa buah yang dimiliki Adelia?”, maka seorang guru akan membawakan apel sejumlah 5 dan menguranginya dengan 2. Ya, matematika adalah sebuah ilmu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan dapat dibuktikan dengan benda nyata di alam. Itulah pandangan Filosofi Platonism. Filosofi ini bagus untuk siswa, karena membuat siswa lebih bisa mengkaitkan antara ilmu sains dan ilmu kehidupan.

Beranjak ke Filosofi Conventionalism, adalah suatu kebijakan yang menganggap matematika adalah ilmu pasti tidak bisa ditentang, tetapi bisa menggunakan logika dalam memecahkan suatu permasalahan dalam matematika. Memang hampir sama dengan Filosofi Progressive Absolutism. Contohnya adalah ketika guru menjelaskan tentang keliling lingkaran. Kita harus percaya bahwa keliling lingkaran itu π x d . Kita harus percaya bahwa π  itu adalah ilmu pasti dan tidak bisa ditentang, tapi kita bisa menggunakan logika, bahwa keliling lingkaran adalah ketika π  ditarik sebesar diameter, maka dari itu rumusnya adalah π x d 

Dan yang terakhir adalah Filosofi Empirism. Filosofi ini adalah sebuah kebijakan yang menggunakan suatu objek agar lebih bisa dipahami oleh siswa. Filosofi ini memiliki 3 tahapan, yaitu Enactive, Iconic, dan Symbolic. Enactive adalah ketika guru membawakan benda asli sebagai objek. Ini hampir sama dengan Filosofi Platonism. Lalu Iconic adalah ketika guru membuat gambar sebagai objek penerapannya. Contoh saja adalah ketika penjumlahan apel, guru akan menggambar apel di papan tulis untuk mempermudah proses penjumlahan. Dan yang terakhir adalah Symbolic. Sesuai dengan namanya, objek di sini hanya berupa simbol-simbol angka. Seorang guru akan menulis di papan tulis menggunakan simbol, misal 2+2=4. Filosofi Empirism cocok ketika digunakan oleh guru SD. Ketika filosofi ini diterapkan untuk siswa SMP bahkan SMA, seorang guru akan lebih susah untuk mencari objeknya. Karena mencari objek matematika tak semudah seperti mencari objek dalam ilmu sosial.

Dari ke empat filosofi yang saya sebutkan di atas, mana yang menurut kalian paling mudah untuk diterapkan ke siswa? J Kalau saya, mungkin akan menggunakan semua filosofi, dan digunakan sesuai sikon, hehe J
Hai, assalamu’alaikum! Kali ini, saya akan membahas beberapa filosofi matematika sekolah. Tau ada apa saja? Yang saya bahas kali ini ada empat filosofi matematika sekolah. Yang pertama Progressive Absolutism, yang kedua Platonism, lalu yang ketiga Conventionalism, dan yang terakhir adalah Empirism.

Kurang familier ya dengan kata “filosofi”? Sebenarnya saya juga awalnya tidak familier dengan kata itu, tetapi setelah saya belajar filsafat di Pendidikan Matematika UINSA, saya jadi tahu apa itu filosofi J Filosofi sih secara kasarnya bisa disebut dengan studi mengenai kebijaksanaan yang digunakan. Jadi filosofi matematika sekolah di sini adalah kebijaksanaan yang digunakan oleh sekolah tentang pembelajaran matematika.

Filosofi Progressive Absolutism adalah filosofi yang menganggap matematika adalah sebuah ilmu pasti yang sangat  tepat dan tidak dapat ditentang. Misal saja begini, akar kuadrat sempurna adalah ketika a2=b2+c2.. Kebenaran itu mutlak, dan tidak bisa ditentang. Kelemahan menggunakan filosofi Progressive Absolutism adalah terdoktrinnya otak siswa. Padahal, siswa dituntut untuk aktif, tidak percaya dengan suatu doktrin.

Lalu, Filosofi Platonism adalah suatu kebijakan yang mewajibkan seorang guru untuk mengaitkan suatu ilmu dengan kehidupan sehari-hari atau benda nyata yang berada di alam. Misal saja begini, guru matematika akan menjelaskan tentang penjumlahan matematika. Maka dia akan membuat soal cerita contoh “Adelia mempunyai 5 buah apel yang akan dibagi ke Ayu 2 buah, maka sisa berapa buah yang dimiliki Adelia?”, maka seorang guru akan membawakan apel sejumlah 5 dan menguranginya dengan 2. Ya, matematika adalah sebuah ilmu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan dapat dibuktikan dengan benda nyata di alam. Itulah pandangan Filosofi Platonism. Filosofi ini bagus untuk siswa, karena membuat siswa lebih bisa mengkaitkan antara ilmu sains dan ilmu kehidupan.

Beranjak ke Filosofi Conventionalism, adalah suatu kebijakan yang menganggap matematika adalah ilmu pasti tidak bisa ditentang, tetapi bisa menggunakan logika dalam memecahkan suatu permasalahan dalam matematika. Memang hampir sama dengan Filosofi Progressive Absolutism. Contohnya adalah ketika guru menjelaskan tentang keliling lingkaran. Kita harus percaya bahwa keliling lingkaran itu π x d . Kita harus percaya bahwa π  itu adalah ilmu pasti dan tidak bisa ditentang, tapi kita bisa menggunakan logika, bahwa keliling lingkaran adalah ketika π  ditarik sebesar diameter, maka dari itu rumusnya adalah π x d 

Dan yang terakhir adalah Filosofi Empirism. Filosofi ini adalah sebuah kebijakan yang menggunakan suatu objek agar lebih bisa dipahami oleh siswa. Filosofi ini memiliki 3 tahapan, yaitu Enactive, Iconic, dan Symbolic. Enactive adalah ketika guru membawakan benda asli sebagai objek. Ini hampir sama dengan Filosofi Platonism. Lalu Iconic adalah ketika guru membuat gambar sebagai objek penerapannya. Contoh saja adalah ketika penjumlahan apel, guru akan menggambar apel di papan tulis untuk mempermudah proses penjumlahan. Dan yang terakhir adalah Symbolic. Sesuai dengan namanya, objek di sini hanya berupa simbol-simbol angka. Seorang guru akan menulis di papan tulis menggunakan simbol, misal 2+2=4. Filosofi Empirism cocok ketika digunakan oleh guru SD. Ketika filosofi ini diterapkan untuk siswa SMP bahkan SMA, seorang guru akan lebih susah untuk mencari objeknya. Karena mencari objek matematika tak semudah seperti mencari objek dalam ilmu sosial.

Dari ke empat filosofi yang saya sebutkan di atas, mana yang menurut kalian paling mudah untuk diterapkan ke siswa? J Kalau saya, mungkin akan menggunakan semua filosofi, dan digunakan sesuai sikon, hehe J

Minggu, 06 November 2016

Posisi Epistimologis dan Etik Filsafat Pendidikan Matematika

Sebelum kita membahas lebih dalam apa itu epistimologi, kita harus tau, apasih epistimologi itu? Epistimologi adalah faktor penting yang mendasari suatu pengajaran oleh seorang pengajar. Dan epistimologi pendidikan matematika adalah suatu ilmu yang dipelajari oleh pengajar sebelum mentransferkan ilmu matematika. Epistimologi penting bagi seorang pengajar, karena jika tidak ada epistimologi, transfer ilmu dari seorang pengajar ke siswa akan salah kaprah. Dengan adanya epistimologi pula, kita sebagai seorang pengajar bisa lebih mengenal hakikat dari pendidikan matematika. Over all, epistimologi adalah “jalan” bagi seorang pengajar.

Dalam konteks sekolah, epistimologi bisa dikaitkan dengan proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam menjalankan pendidikan matematika, pengajar berperan sebagai fasilitator dan siswa harus lebih aktif dalam belajar dan tidak hanya sekedar duduk manis mendengarkan pengajar menerangkan. Mengapa jika ada epistemologi pendidikan matematika tetapi keberhasilan guru menyampaikan materi kepada murid berbeda-beda? Hal tersebut karena pandangan seorang guru tentang filosofi matematika itu berbeda-beda,jadi dalam hal praktik pendidikannya juga berbeda-beda.

Nah, untuk mengimbangi epistimologi, kita harus memerlukan etik untuk mencapai tujuan dari hakikat pendidikan matematika. Posisi etik disebut dalam Teori Perry. Berikut adalah beberapa etik dari filsafat pendidikan matematika:
1.      Etis Dualisme yaitu mengatur masalah-masalah tanpa alasan rasional. Hal ini bisa jadi berarti pengetahuan ialah suatu kebenaran, bukanlah kepalsuan.
2.      Multiplisitas yaitu mengakui bahwa adanya pandangan moral yang berbeda-beda di setiap masalah, maka ia sangat menghargai moral apapun bentuknya.
3.      Relativitas yaitu pengembangan dan pengevalusian pengetahuan sesuai dengan prinsip yang sudah diatur. Prinsip yang sudah dianggap konsisten.
Sebelum kita membahas lebih dalam apa itu epistimologi, kita harus tau, apasih epistimologi itu? Epistimologi adalah faktor penting yang mendasari suatu pengajaran oleh seorang pengajar. Dan epistimologi pendidikan matematika adalah suatu ilmu yang dipelajari oleh pengajar sebelum mentransferkan ilmu matematika. Epistimologi penting bagi seorang pengajar, karena jika tidak ada epistimologi, transfer ilmu dari seorang pengajar ke siswa akan salah kaprah. Dengan adanya epistimologi pula, kita sebagai seorang pengajar bisa lebih mengenal hakikat dari pendidikan matematika. Over all, epistimologi adalah “jalan” bagi seorang pengajar.

Dalam konteks sekolah, epistimologi bisa dikaitkan dengan proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam menjalankan pendidikan matematika, pengajar berperan sebagai fasilitator dan siswa harus lebih aktif dalam belajar dan tidak hanya sekedar duduk manis mendengarkan pengajar menerangkan. Mengapa jika ada epistemologi pendidikan matematika tetapi keberhasilan guru menyampaikan materi kepada murid berbeda-beda? Hal tersebut karena pandangan seorang guru tentang filosofi matematika itu berbeda-beda,jadi dalam hal praktik pendidikannya juga berbeda-beda.

Nah, untuk mengimbangi epistimologi, kita harus memerlukan etik untuk mencapai tujuan dari hakikat pendidikan matematika. Posisi etik disebut dalam Teori Perry. Berikut adalah beberapa etik dari filsafat pendidikan matematika:
1.      Etis Dualisme yaitu mengatur masalah-masalah tanpa alasan rasional. Hal ini bisa jadi berarti pengetahuan ialah suatu kebenaran, bukanlah kepalsuan.
2.      Multiplisitas yaitu mengakui bahwa adanya pandangan moral yang berbeda-beda di setiap masalah, maka ia sangat menghargai moral apapun bentuknya.
3.      Relativitas yaitu pengembangan dan pengevalusian pengetahuan sesuai dengan prinsip yang sudah diatur. Prinsip yang sudah dianggap konsisten.

Aliran Formalisme dan Aliran Kontruktivisme

Dalam ilmu filsafat, terdapat banyak sekali aliran. Salah satu nya adalah aliran formalisme dan aliran kontruktivisme. Lalu, bagaimanakah pandangan aliran formalisme dan aliran kontruktivisme terhadap matematika?

Sekarang saya akan memberi gambaran singkat tentang aliran formalisme. Aliran formalisme dalam istilah populer adalah pandangan bahwa matematika adalah permainan yang dimainkan dengan formal di atas kertas. Yang artinya di sini adalah, aliran formalisme adalah adalah sebuah permainan, sebuah ilmu, yang memainkannya dengan simbol simbol konsisten, dan kebenerannya bisa terbukti.
           
Peran aliran formalisme dalam matematika adalah mengajarkan siswa bahwa matematika adalah sebuah ilmu yang pasti. Karena sesuai dengan tujuan tokoh aliran formalisme--salah satunya yaitu David Hilbert--, beliau bertujuan bahwa dengan adanya aliran formalisme ini, matematika bisa dibuktikan secara konsistensi dengan teorema-teorema. Jadi, aliran ini sangat berguna untuk siswa, karena kita belajar matematika tidak hanya karena “doktrin”, tapi kita dapat membuktikan semua rumus dengan pembuktian secara konsisten. Mengutip kalimat dari David Hilbert “sistem aksioma pangkal bisa dibuktikan dengan teorema teorema yang dibuat sebagai pernyataan secara konsistensi.”

Aliran kedua yang akan saya bahas adalah aliran kontruktivisme. Apa sih aliran kontruktivisme itu? Aliran kontruktivisme sendiri mempunyai banyak arti dari berbagai ahli matematika. Dan, saya sendiri menangkap dalam pandangan saya, aliran kontruktivisme adalah aliran yang berusaha untuk melatih membangun metode dan penalaran yang dilakukan oleh murid itu sendiri. Istilah kerennya adalah student center.  Jadi, kontruktivisme adalah ketika murid itu menggunakan asumsinya untuk mencari tahu ilmu matematika itu sendiri. Murid bermain dengan asumsi asumsi nya.

Peran kontruktivisme dalam matematika salah satunya adalah kemandirian siswa. Kemandirian siswa ini muncul ketika siswa bermain dengan asumsi-asumsi saat mencari “sesuatu”. Contoh saja ketika murid belajar tentang logaritma, dia akan mencari tahu apa itu logaritma, dan bagaimana logaritma itu sendiri, lalu murid itu berasumsi bahwa logaritma adalah sebuah “permainan matematika” yang merupakan invers dari eksponen atau pemangkatan. Aliran ini akan sangat menguntungkan siswa ber IQ tinggi, karena suka bermain dengan asumsi-asumsinya untuk belajar sendiri.

Tapi, aliran ini mempunyai kelemahan. Menurut buku Paul Ernest, kelemahan aliran kontruktivisme adalah penolakan terhadap pengetahuan yang valid. Mungkin maksudnya di sini adalah, karena adanya asumsi terhadap aliran ini, jadi asumsi itu membuat “penolakan” terhadap pengetahuan yang valid. Contoh saja adalah ketika murid mencari tahu, karena menggunakan asumsi, sehingga membuat pengetahuan yang valid itu jadi salah di mata murid itu sendiri.

Kurang lebihnya, seperti itu pandangan saya tentang aliran formalisme dan aliran kontruktivisme. Jika ada salahnya, silahkan ralat saya di kolom komentar. Saya akan dengan senang hati membalas komentar kalian. Terimakasih J

Dalam ilmu filsafat, terdapat banyak sekali aliran. Salah satu nya adalah aliran formalisme dan aliran kontruktivisme. Lalu, bagaimanakah pandangan aliran formalisme dan aliran kontruktivisme terhadap matematika?

Sekarang saya akan memberi gambaran singkat tentang aliran formalisme. Aliran formalisme dalam istilah populer adalah pandangan bahwa matematika adalah permainan yang dimainkan dengan formal di atas kertas. Yang artinya di sini adalah, aliran formalisme adalah adalah sebuah permainan, sebuah ilmu, yang memainkannya dengan simbol simbol konsisten, dan kebenerannya bisa terbukti.
           
Peran aliran formalisme dalam matematika adalah mengajarkan siswa bahwa matematika adalah sebuah ilmu yang pasti. Karena sesuai dengan tujuan tokoh aliran formalisme--salah satunya yaitu David Hilbert--, beliau bertujuan bahwa dengan adanya aliran formalisme ini, matematika bisa dibuktikan secara konsistensi dengan teorema-teorema. Jadi, aliran ini sangat berguna untuk siswa, karena kita belajar matematika tidak hanya karena “doktrin”, tapi kita dapat membuktikan semua rumus dengan pembuktian secara konsisten. Mengutip kalimat dari David Hilbert “sistem aksioma pangkal bisa dibuktikan dengan teorema teorema yang dibuat sebagai pernyataan secara konsistensi.”

Aliran kedua yang akan saya bahas adalah aliran kontruktivisme. Apa sih aliran kontruktivisme itu? Aliran kontruktivisme sendiri mempunyai banyak arti dari berbagai ahli matematika. Dan, saya sendiri menangkap dalam pandangan saya, aliran kontruktivisme adalah aliran yang berusaha untuk melatih membangun metode dan penalaran yang dilakukan oleh murid itu sendiri. Istilah kerennya adalah student center.  Jadi, kontruktivisme adalah ketika murid itu menggunakan asumsinya untuk mencari tahu ilmu matematika itu sendiri. Murid bermain dengan asumsi asumsi nya.

Peran kontruktivisme dalam matematika salah satunya adalah kemandirian siswa. Kemandirian siswa ini muncul ketika siswa bermain dengan asumsi-asumsi saat mencari “sesuatu”. Contoh saja ketika murid belajar tentang logaritma, dia akan mencari tahu apa itu logaritma, dan bagaimana logaritma itu sendiri, lalu murid itu berasumsi bahwa logaritma adalah sebuah “permainan matematika” yang merupakan invers dari eksponen atau pemangkatan. Aliran ini akan sangat menguntungkan siswa ber IQ tinggi, karena suka bermain dengan asumsi-asumsinya untuk belajar sendiri.

Tapi, aliran ini mempunyai kelemahan. Menurut buku Paul Ernest, kelemahan aliran kontruktivisme adalah penolakan terhadap pengetahuan yang valid. Mungkin maksudnya di sini adalah, karena adanya asumsi terhadap aliran ini, jadi asumsi itu membuat “penolakan” terhadap pengetahuan yang valid. Contoh saja adalah ketika murid mencari tahu, karena menggunakan asumsi, sehingga membuat pengetahuan yang valid itu jadi salah di mata murid itu sendiri.

Kurang lebihnya, seperti itu pandangan saya tentang aliran formalisme dan aliran kontruktivisme. Jika ada salahnya, silahkan ralat saya di kolom komentar. Saya akan dengan senang hati membalas komentar kalian. Terimakasih J

 
Elphin Books Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template